Jayapura,- Saat ini situasi Tanah Papua tidak sedang baik-baik saja. Semakin maraknya investasi di Tanah Papua yang berdampak kepada masyarakat adat Papua dan kelestarian lingkungan. setelah menjalani proses sidang selama 7 bulan lebih, seluruh para pihak penggugat dan tergugat telah mengajukan kesimpulan pada tanggal 20 Oktober 2023. Pada tanggal 02 November 2023 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura menolak gugatan masyarakat adat Awyu atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Papua. Keluarnya izin dianggap mengabaikan prinsip hukum lingkungan dan hak masyarakat adat Awyu. Pada Kamis, 09 November 2023, Aliansi Masyarakat Pemuda Mahasiswa Peduli Hutan dan Hak Masyarakat Adat (AMPERAMADA) Papua yang terdiri dari PMKRI Cabang Jayapura, HMI Cabang Jayapura, Ikatan Mahasiswa Pemuda Papua Selatan (IMPPAS), Sahabat Kowaki, Voulenteer Greenpeace, Komunitas Mahasiswa Peduli Alam Papua (KOMPAP) menggelar aksi damai di halaman PTUN Jayapura.
“Dengan ditolaknya gugatan ini maka akan berakibat hilangnya hak atas tanah dan hutan adat dalam wilayah marga Woro yang seharusnya diwariskan dari generasi ke generasi, yang tentunya akan meyengsarakan Komunitas Marga Woro, disisi lain tentunya akan “memuluskan” hilangnya Tanah dan Hutan Adat yang akan alami deforestasi di Wilayan Adat Marga Woro” ujar Philpus Chambu.
Ditambahkannya bahwa situasi ini akan memperburuk kondisi Bumi yang sedang berada ditengah ancaman Krisis Iklim. Jika terjadi pembabat hutan seluas 39.000 hektare maka 23 juta ton karbon dioksida akan lepas. Dalam konteks litigasi iklim, masyarakat adat Awyu ingin menyelamatkan hutan karena berkontribusi pada keadilan iklim dunia. Menjaga hutan adat maka membantu menjaga iklim dunia tetap stabil dan tentu kita akan menjauh dari bencana hidrometeorologi basah dan kering.
Sementara itu Tasya Manong mengatakan bahwa AMPERAMADA Papua berpandangan bahwa Majelis Hakim “tidak memegang teguh” Prinsip In Dubio Pro-Natura dalam Membuat Putusan Perkara Demi Kelanjutan Hutan Papua Sumber Kehidupan Masyarakat Adat Papua. Walau terdapat satu dari tiga orang majelis hakim memiliki sertifikasi hakim lingkungan, ternyata kami melihat dengan seksama bahwa pertimbangan putusan tidak sesuai prinsip hukum lingkungan.
“Sehingga kami mendesak untuk Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk segera memeriksa majelis Hakim PTUN yang menangai perkara 6/G/LH/2023/PTUN.JPR tertanggal 13 Maret 2023, Kuasa Hukum Selamatkan Hutan Papua untuk melakukan memori banding ke PTTUN Makassar, Mendesak kepada DPR RI dan Presiden RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat” ujar Tasya Manong saat membaca statement tuntutan dihalaman PTUN Jayapura.
Tuntutan ini diterima oleh Jusak Sindar, SH selaku Ketua PTUN Jayapura dan kemudian massa membubarkan diri dengan tertib.